Senin, 06 Januari 2020

Majas Puisi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono oleh Muntijo

Kabid Dikdas
Analisis struktural genetik puisi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono. 

Majas adalah sebuah 'bumbu' dalam karya sastra khususnya puisi. Dengan adanya majas, puisi dapat terasa lebih indah. Selain memperindah puisi, adanya majas dalam karya puisi menjadikan puisi tersebut lebih kuat maknanya.

Ada banyak sekali jenis majas yang bisa digunakan dalam sebuah puisi. Akan tetapi acapkali seorang pembelajar dan pelajar sastra kesulitan untuk menemukannya.

Secara sederhana, majas dapat diartikan sebagai kata dan atau kalimat yang tidak masuk akal tetapi memiliki makna. Dengan penjelasan ini, kita dapat menemukan majas dengan lebih mudah. Akan tetapi ada kalanya sebuah majas tidak harus 'tidak masuk akal'. Pengulangan bunyi dan kata bisa jadi juga disebut sebagai majas.

Untuk lebih jelasnya, mari ikuti analisis majas yang terkandung dalam puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono berikut ini.


Hujan Bulan Juni
         Karya Sapardi Joko Damono

Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon yang berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu

Taka ada yang lebih arif
Dari hujan bulan juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu
                    (hujan bulan juni, 1994)

Majas / Gaya Bahasa

Puisi Hujan Bulan Juni memiliki dua majas. Majas Personifikasi dan Majas Repetisi.

Majas personifikasi adalah majas atau gaya bahasa yang seolah-olah benda mati bisa bersifat dan bertindak (bertingkah laku) seperti halnya manusia.

Majas yang paling tampak adalah majas personifikasi. Yaitu seolang-olah hujan memiliki sifat tabah, bijak, dan arif seperti manusia. Baris pertama masing-masing bait mengandung majas personifikasi ini.

Selain memiliki sifat seperti manusia, hujan dalam puisi Hujan Bulan Juni  di atas juga bertingkah laku seperti manusia dihapusnya jejak-jejak kakinya. Jadi, seolah-olah hujan punya kaki. Selain itu, juga bisa menghapus jejak kakinya.

Hal yang sama tampak pada dirahasiakan, jadi seolah hujan bisa merahasiakan sesuatu (seperti manusia). Hujan juga digambarkan seolah-olah bisa membiarkan.



Selain majas personfikasi, juga terdapat gaya bahasa repetisi. Repetisi penuh terdapat pada baris Dari hujan bulan Juni.

Ketiga bait puisi tersebut mengandung baris ini di baris keduanya.

Selain repetisi penuh, juga terdapat reptisi pengulangan sebagian baris yaitu Adakah yang lebih.

Majas repitisi jarak jauh (ini istilah saya sendiri) tampak pada frasa pohon yang berbunga itu di bait pertama dan frasa pohon bunga itu di bait terakhir. Menurut saya, pengulangan ini juga merupakan gaya bahasa alias majas yang memperkuat makna puisi.

Jadi, majas dalam puisi hujan bulan juni memperkuat makna bahwa, hujan bulan juni tidak sempat menyampaikan kepada bunga, tetapi membiarkan rintiknya tetap diserap oleh akar pohon bunga itu. Meski tidak disampaikan secara langsung, rasa rindu tetap tersampaikan kepada bunga melalui akar-akarnya.